Control (2007)
Control adalah film Inggris yang merupakan semi-biografi dari vokalis grup musik Joy Division, Ian Curtis, yang terbelit berbagai masalah psikologis sehingga membuat ia bunuh diri di usia yang sangat muda, 23 tahun.
Dibuat dengan penyajian hitam putih, film ini dari awal memberikan kesan suram, namun puitis. Ada keindahan di balik puisi-puisi yang dilontarkan oleh Ian Curtis, yang di film ini diperankan dengan cukup apik oleh Sam Riley. Demikian pula ada keunikan dan kekuatan dari gaya panggung Ian di setiap penampilannya.
Film ini tidak serta merta mengetengahkan dunia musik, namun memilih untuk masuk secara perlahan ke kehidupan Ian. Proses terjunnya Ian ke dunia musik pun terkesan tidak ditonjolkan, namun terasa natural dan mengalir begitu saja. Film ini di bagian awal lebih menunjukkan awal mula kehidupan keluarganya, yaitu bagaimana ia bertemu dan menikah di usia muda dengan Debbie, yang diperankan dengan meyakinkan oleh Samantha Morton.
Seiring dengan masuknya Ian ke dunia musik, narasi seolah mengalami tukikan tajam, dengan membawa kita ke hingar bingar namun melodiknya panggung musik. Kelompok musiknya, Joy Division, menghadirkan gaya yang khas, dengan lirik lagu yang terkesan ‘pesimis’, namun enak didengar. Penampilan Ian menjadi hal yang menonjol, hingga tak berlebihan bila kita menyebutnya sebagai maskot dari grup ini.
Tapi sebagai manusia, Ian Curtis tidak lepas dari berbagai masalah pribadi. Meski popularitas grupnya menanjak naik tajam, hingga mendapat kesempatan melakukan tur di Amerika, namun masalah kesehatan (epilepsi) yang dideritanya, masalah cinta (ada wanita lain dalam kehidupannya), semua seolah bagaikan palu yang menghantam dirinya bertubi-tubi, hingga mengakhiri jiwanya. Meskipun endingnya bisa dikatakan tidak bernada optimis, film ini menurut saya lebih berada pada posisi netral, tidak ‘memaklumi’ keputusan Ian, juga tidak ‘menghakimi’nya. Pergolakan batin yang disajikan merupakan gambaran yang realistis, tidak dilebih-lebihkan, tidak didramatisir.
Control tetap bisa menjadi tontonan yang layak ditonton, karena ia membuka mata kita terhadap betapa rapuhnya psikis manusia. 8/10
Existence. Well, what does it matter? I exist on the best terms I can. The past is now part of my future. The present is well out of hand. -Ian Curtis
One Response