It adalah salah satu film yang paling ditunggu di tahun 2017 lalu. Adaptasi dari novel horor karya Stephen King ini telah digagas sejak lama, dengan berbagai dinamika dalam proses produksinya. Hingga pada akhirnya Andy Muschietti menjadi sutradaranya setelah Cary Fukunaga mundur dari kursi sutradara. Para fans sangat mengimpikan adaptasi baru dari It, setelah miniseri televisinya telah menjadi cukup jadul (tahun 1990). Ini dapat dilihat dari trailernya yang ditonton 197 juta kali dalam waktu 24 jam pertama rilis (nomor dua terbanyak setelah Avengers: Infinity War).

Saya bukan termasuk penggemar Stephen King, walau pernah membaca beberapa novelnya. It termasuk salah satu karya King yang pernah saya baca. Novel raksasa (sekitar 1300 halaman) ini cukup memakan banyak waktu demi menghabiskannya. Memang tidak mudah memfilmkan kisah sepanjang 1300 halaman ke dalam media film. Untuk itulah, adaptasi terbaru ini akan menjadikannya dua film. It tahun 2017 mengisahkan the Losers Club saat mereka masih anak-anak, dan sekuelnya akan mengisahkan mereka ketika dewasa. Ini setara dengan narasi dalam novel, yang memang membagi plot ke dalam dua garis, masa kanak-kanak dan masa kini (dewasa), namun bedanya, kedua plot ini berjalan saling-silang, tidak dibagi ke dalam dua bagian secara jelas. Mungkin ini sekaligus merupakan keunggulan versi novel, yang tidak ditemukan dalam versi film. Secara pribadi, saya tidak bisa mengatakan suka sekali dengan novel It, karena saya tidak menemukan perasaan tercekam atau ketegangan sehingga ingin terus membacanya. Membaca It bagaikan membaca sebuah histori panjang, sebuah karya sastra yang cukup berat dan cukup serius menurut saya. Sebuah proses yang melelahkan.

It adalah sebutan yang diberikan kepada sebuah sosok supranatural yang meneror kota kecil Derry. Ia mewujud dalam bentuk badut Pennywise, dan memangsa anak-anak. Salah satu korbannya adalah George Denbrough, adik dari Bill Denbrough. Bill bersama dengan teman-temannya, yang disebut sebagai The Losers Club, lalu mengalami teror dari Pennywise dalam bentuk yang berbeda-beda. Mereka pun bertekad untuk melawan It bersama-sama. Plot ini sangat sederhana, memang. Mungkin ini alasan mengapa King menautkan plot ketika mereka dewasa dengan plot anak-anak, untuk memberikan nuansa yang lebih kompleks dan keterpaduan dua masa tersebut. Karena tidak memungkinkan memainkan plot seperti novel, maka film ini juga membidik dinamika persahabatan anak-anak Losers Club. Ada tema tentang tumbuh menjadi dewasa, yang dapat kita temukan dalam perjalanan mereka melawan It.

Secara umum dapat dikatakan adaptasi Muschietti ini tetap setia dengan cerita novelnya. Para fans novel kelihatannya tidak akan banyak protes. Ada beberapa bagian yang diubah memang, seperti tidak digunakannya berbagai bentuk monster seperti mumi, werewolf  dan sebagainya, serta latar waktu yang diubah menjadi lebih modern. Perubahan-perubahan ini tidak berpengaruh besar terhadap karakteristik nuansa cerita. Bahkan film ini mampu menyuguhkan sosok Pennywise yang lebih menakutkan daripada penggambaran dalam novelnya. Akting Bill Skarsgård sebagai Pennywise dalam hal ini patut diacungi jempol. Kita mungkin akan teringat pada akting Heath Ledger yang memerankan sosok ‘badut’ yang lain, yaitu the Joker dalam The Dark Knight. Namun bedanya, Heath lebih menonjolkan sosok psikopat secara psikologis, sedangkan Skarsgård memerankan Pennywise lebih ke arah satanic.

Beberapa kritik yang ditujukan kepada film ini adalah kecenderungan terlalu mengandalkan efek jump scare, dengan suara keras secara-secara tiba-tiba di tengah kesunyian. Dan saya rasa memang benar. Efek teror secara psikologis atau secara atmosfer menjadi sangat kurang. Jadinya, film ini mungkin terasa tidak terlalu menakutkan.

Namun, lewat akting Skarsgård yang oke, serta sentuhan manusiawi pada tokoh-tokohnya, sinematografi yang bagus, saya tetap merasa film ini memiliki nilai plus, dan tidak sekadar adaptasi yang asal-asalan. Ia cukup sepadan dengan novelnya, dan ia cukup sukses ‘merangkum’ materi ratusan halaman menjadi film dengan durasi dua jam lebih, tanpa kehilangan roh dari novel itu sendiri.

8/10