Two Lovers merupakan film drama yang dibintangi oleh Joaquin Phoenix, Gwyneth Paltrow dan Vinessa Shaw. Film ini bercerita tentang Leonard (Joaquin Phoenix), seorang Yahudi yang karena mengalami kegagalan cinta, kini menderita depresi dan beberapa kali mencoba bunuh diri. Cerita dibangun dari diperkenalkannya Leonard dengan Sandra (Vinessa Shaw), sesama orang Yahudi yang merupakan anak dari relasi kerja orang tua Leonard. Plot mulai menebal saat Leonard juga secara tidak sengaja berkenalan dengan Michelle (Gwyneth Paltrow). Terjadilah kisah cinta segitiga, yang bila kita menyimaknya, akan terasa lebih condong porsinya kepada hubungan Leonard dan Michelle.

Kisah asmara dalam film ini tidak terlalu menimbulkan gejolak romansa dan melodrama, namun lebih ke arah motif psikologis tokoh-tokohnya. Bagaimana seorang yang rapuh seperti Leonard menemukan kembali makna hidupnya lewat wanita seperti Michelle yang juga bermasalah, ditampilkan dengan cukup apik dan realistis. Studi karakter di film ini memang lebih mengarah kepada Leonard dan Michelle, namun secara implisit kita mungkin bisa menelisik juga karakter Sandra yang digambarkan sebagai seorang wanita baik-baik. Namun saya rasa jangan terlalu berharap ada bunga-bunga asmara seperti film romantis pada umumnya, karena film ini lebih bergerak dalam ranah psikologis, pergolakan antara nafsu dan cinta, hasrat dan logika.

Jalan cerita film ini sebenarnya tidak terlalu sulit ditebak, namun dengan performa yang sangat bagus dari Joaquin Phoenix, kita menjadi sangat terbawa masuk ke dalam posisi Leonard, dan seolah diguncang dengan momen-momen klimaks film. Penyelesaian cerita mungkin terasa kurang menggigit dan kurang dramatis bagi sebagian orang, tapi menurut saya ia adalah ending yang memuaskan, dan sedikit di luar dugaan.

Secara keseluruhan, mood film ini memang tidak terlalu cerah, namun pergerakan cerita tetap memaku saya, hingga tiba pada konklusi yang logis dan memainkan perasaan. Film ini juga membuat kita kembali memikirkan arti cinta, terutama dalam hal “dicintai” daripada “mencintai”, memahami kembali makna cinta yang didapat dari orang lain, dan menyelidiki lagi bagaimana cinta pun bisa membuat kita “buta”. 8/10