Wow. Sudah satu tahun blog ini tidak diupdate. 🙂 Semoga tahun ini ulasanfilm dapat lebih sering update blog ini (sekaligus jadi resolusi tahun baru, haha). Film pertama yang kita ulas di tahun ini adalah La La Land. Film ini sangat ramai diperbincangkan, termasuk salah satu film yang lagi hot saat ini. Para kritikus memberikan ulasan yang sangat sangat baik (93 poin di metacritic), dan di ajang Golden Globe kemarin, film ini memecahkan rekor sebagai film yang mampu meraih penghargaan terbanyak (7 penghargaan) di sepanjang sejarah Golden Globe. Dan setelah menontonnya, ulasanfilm pun berpendapat sama dengan para kritikus tersebut, memang film ini luar biasa.

Damien Chazelle, sutradara muda yang langsung melejit lewat film (besar) perdananya, Whiplash, sekali lagi menggebrak melalui nuansa musik (Chazelle sendiri pernah ingin menjadi musisi) lewat La La Land. Di film yang ia tulis dan sutradarai ini (skripnya sebenarnya sudah ditulis sejak tahun 2010), Chazelle menyuguhkan kepada kita keajaiban film-film musikal klasik Hollywood ala Singing in the Rain, The Sound of Music dan sejenisnya, dengan sentuhan modern. Ide musikal dalam genre jazz murni sempat membuat Hollywood tidak tertarik kepada naskah film ini (setelah Whiplash, baru ada studio yang tertarik memproduksinya). Dan memang musik dalam film ini tidak seperti film-film musikal modern lainnya (Rent?) yang relatif kurang daya imajinasi dan kreativitas. Jadi tidak perlu kuatir Anda akan menonton film musikal yang melelahkan, tetapi La La Land adalah musikal dengan musik dan lagu yang sangat sangat enak didengar, sama sekali tidak terkesan dipaksakan (ulasanfilm sekarang sedang mendengarkan soundtracknya lewat spotify sembari mengetik postingan ini), dan lagu-lagu yang dinyanyikan mampu melebur dengan sangat elegan ke dalam dialog di jalan ceritanya. Untuk ini kita perlu acungkan jempol kepada sahabat Chazelle, Justin Hurwitz yang menggarap musik dan lagu film ini.

Awal film ini sudah membuat kita terkesima kagum, yakni penampilan menyanyi kolosal di atas jalan tol kota Los Angeles oleh 100 orang. Dengan teknik kamera yang tak putus, lagu yang rancak dan enak, kita masuk ke dalam La La Land (La sendiri mengacu juga kepada Los Angeles, yang menjadi latar kisahnya). Film langsung masuk ke jalan cerita, yang mengisahkan dua tokoh utama, Mia (Emma Stone) dan Sebastian (Ryan Gosling), di dalam perjalanan mereka meraih mimpi masing-masing (Mia ingin menjadi aktris, Sebastian ingin membuka kelab jazz), serta menjalin cinta di antara mereka. Cerita ini sebenarnya tidak terlalu spesial, dan terkesan klasik. Namun film ini mampu mengemasnya dengan sangat menarik, sedikit pun tidak membuat kita bosan. Tunggu pula hingga akhir filmnya, yang tidak terjebak ke dalam klise, tapi berhasil menyuguhkan ending yang sangat kuat.

Stone dan Gosling tampil prima dalam akting mereka (sekaligus menyanyi dan menari). Penampilan Stone cenderung terkesan lebih meyakinkan, namun Gosling juga menawan lewat permainan pianonya (ia memainkan piano sendiri, setelah belajar kilat sebelum syuting dimulai). Efek-efek spesial yang ditambahkan di berbagai adegan pun sangat pas dan menunjang cerita. Secara keseluruhan, film ini bisa dikategorikan sebagai drama komedi musikal, walau unsur komedinya tidak terlalu banyak. Sebaliknya, film ini juga mampu membuat kita terharu, terutama apabila kita menghayati endingnya.

Ulasanfilm sangat merekomendasikan film ini. Sekali lagi, film ini membuktikan keajaiban yang mampu diberikan oleh sebuah film. 10/10